ALIRAN – ALIRAN DALAM PENDIDIKAN


ALIRAN – ALIRAN DALAM PENDIDIKAN

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Hj. Lift Anis Ma’shumah, M.Ag

Disusun oleh:

Siti Ni’matun Farihah                (103511025)

Sofwan Abdurrohman               (103511026)

Umi Solikhah                            (103511027)

Zahrotun Ni’mah                      (103511028)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

 

ALIRAN- ALIRAN DALAM PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN

Pada awalnya metode pendidikan Islam dilaksanakan secara informal. Sebagaimana dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam tersebar lewat perantara para pedagang sekaligus mereka juga berdakwah menyampaikan ajaran- ajaran Islam. Dalam setiap perdagangan yang mereka lakukan, setiap ada kesempatan mereka memberikan pendidikan dan ajaran agama Islam.

Pendidikan dan ajaran Islam mereka berikan melalui perbuatan, dengan contoh dan suri tauladan, sopan santun, ikhlas, amanah, jujur, adil, menghormati adat istiadat dan lain sebagainya. Dengan demikian tertariklah penduduk negri dengan agama Islam dan hendak masuk Islam. Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang ada dalam lingkungan keluarga sudah diakui kemampuannya dalam menanamkan sendi- sendi agama dalam jiwa anak- anak. Anak- anak dididik sejak kecil dalam keluarga mengenai ajaran agama.

Sementara usaha- usaha pendidikan agama dimasyarakat, yang dikenal dengan pendidikan non formal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.

Untuk mencerdaskan dan memajukan kehidupan suatu bangsa dan negara sesuai dengan tujuan pendidian yang telah ditetapkan maka diadakan suatu proses pendidikan / proses belajar yang akan memberikan pengertian, pandangan dan penyesuaian bagi seseoang atau peserta didik kearah kedewasaan dan kematangan.

Tujuan akhir pendidikan adalah untuk menumbuhkan dan mengembangka suatu potensi peserta didik secara teratur. Tujuan akhir pendidikan ini akan terwujud apabila keadaan alam / lingkungan dan sosial masyarakat memungkinkan yang relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.

Kemungkinan keberhasilan pendidikan Islam ini/ tujuan akhir ini akan berhasil, terdapat berbagai pandangan- pandangan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Pandangan- pandangan tersebut disebut juga sebagai aliran- aliran dalam pendidikan.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Aliran- Aliran Klasik Dalam Pendidikan

  1. Aliran Empirisme
  2. Aliran Nativisme
  3. Aliran Naturalisme
  4. Aliran Konvergensi

B. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia

  1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
  2. Ruang Pendidik INS Kayu Taman

C. Aliran- Aliran Pendidikan Menurut Al- Ghozali

  1. Sasaran Pendidikan Menurut Al- Ghozali
  2. Kurikulum Pelajaran Menurut Al- Ghozali
  3. Metoda Pengajaran Menurut Al- Ghozali

III. PEMBAHASAN

A. Aliran – Aliran Klasik dalam Pendidikan

  1. Aliran Empirisme

Aliran empirisme adalah aliran yang menyatakan bahwa perkembangan seorang anak tergantung pada perkembangan lingkungan saja, sementara pembawaan sejak lahir dianggap tidak mempengaruhi atau tidak penting. Seorang anak mendapatkan pendidikan dan pengalaman  dari kehidupan sehari – harinya dan juga lingkungannya. Pendidikan dan pengalaman ini ia dapatkan dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa.

Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke ( 1704 – 1932 ) yang mengembangkan teori “ Tabula Rasa “, yakni anak lahir didunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. [1]

Aliran ini dipandang sebelah mata, karena aliran ini hanya mementingkan adanya peran lingkungan saja dan menganggap  pengaruh pembawaan sejak lahir itu tidak penting. Padahal pada kehidupan nyata banya seorang anak yang berhasil karena mempunyai bakat – bakat atau kemampuan, walaupun lingkungan sekitarnya sama sekali tidak mendukung. Keberhasilan tersebut berasal dari diri sendiri berupa kecerdasan atau kemaunan keras, seseorang berusaha mencari lingkungan yang dapat mengambangkan potensi sesuai dengan bakat yang dimiliki. Namun penganut aliran ini masih memandang  manusia sebagai mahluk pasif dan dapat dimanipulasi, seperti modifikasi tingkah laku. Hal tersebut terlihat dari pandangan scientific psychologi dari B. F. Skinner atupun pandangan behavioral (behaviorisme) lainnya.

Namun beberapa pendapat pandangan behavioral tidak lagi sepenuhnya menganut teori “Tabula Rasa” dari John Locke, karena mereka mulai memperhatikan faktor – faktor internal dari manusia.

  1. Aliran Nativisme

Aliran nativisme ini berkebalikan dengan aliran empirisme, dimana aliran nativisme ini lebih menekankan kemampuan atau potensi yang ada pada anak, sehingga faktor lingkungan seperti pendidikan dianggap kurang berpengaruh tehadap perkembangan anak.

Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan, Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. [2]

Namun jika dilihat dalam kehidupan sehari-hari memang sering ditemukan anak yang mirip dengan orang tuanya baik dari fisik ataupun potensi – potensi (bakat). Walaupun demikian pembawaan tidak sepenuhnya mempengaruhi pembentukan dan perkembangans anak menuju kedewasaan.

Terdapat suatu pandangan dalam aliran nativisme yang mempunyai pengaruh  luas yakni dalam diri seseorang terdapat  suatu inti atau pribadi yang mendorong dirinya untuk mewujudkan diri, menentukan kemauan dan pilihan sendiri dan menempatkan manusia sebagai mahluk aktif yang mempunyai keinginan bebas. Pandangan – pandangan tersebut antara lain humanistic psychology , pandangan phenomenology atau humanistik yang lain.

  1. Aliran Naturalisme

Pandangan yang mempunyai persamaan dengan nativisme adalah aliran naturalisme yang dipelopori oleh seoarang filsuf Prancis J.J. Rousseau(1712- 1778).  Rosseau berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu [3]. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi, dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik kealam agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.

J.J.Rosseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat- buat (artificial) sehingga kebaikan anak- anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas[4]. Ia mengusulkan perlunyapermainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaan, kemampuan- kemampuannya, dan kecenderungan- kecenderungannya. Tetapi seperti telah diketahui, bahwa gagasan naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini ternyata tidak terbukti, sebaliknya pendidikan makin lama makin diperlukan.

  1. Aliran Konvergensi

Perintis aliran ini dalah William Stern (1871- 1939), seorang ahlii pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak lahir di dunia sudah diserati pembawaan baik maupun buruk [5]. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak baik faktor pembawaan maupun lingkungan sama- sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa danya dukungan lingkungan yang sesuai dengan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal, kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata- kata adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkunganpun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaanbahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula- mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris, dan sebagainya.

Kemampuan dua orang anak ( yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama ) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan perbedaaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua anak tersebut menggunakan bahasa yang sama. William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan.

Karena itu teori William Stern disebut teori konvergensi ( konvergen, artinya memusat ke satu titik ). Jadi menurut teori konvergensi :

  • Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan
  • Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
  • Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan [6]

Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Pendapat ini semua bermaksud menghilangkan pendapat berat sebelah dari aliran nativisme dan empirisme dengan mengkombinasikan [7]. Pada mulanya pendapat ini diterima oleh banyak orang karena mampu menerangkan kejadian- kejadian dalam kehidupan masyarakat. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya banyak orang yang berkeberatan dengan pendapat tersebut yang mengatakan kalau perkembangan manusia itu hanya ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan, maka hal ini tak ubahnya kehidupan hewan, sebab hewan itu pertumbuhannya hasil dari pembawaan keturunannya dan pengaruh- pengaruh lingkungannya. Perkembangan pada hewan seluruhnya ditentukan oleh kodrat, oleh hukum alam[8].

B. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia

Dua aliaran pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran ini dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia. Namun perlu dikemukakan bahwa prakarsa dan upaya di bidang pendidikan tidak terbatas hanya oleh Taman Siswa dan INS itu saja. Secara historis, pendidikan yang melembaga (meskipun lebih banyak pada jalur luar sekolah) telah dikenal sebelum Belanda menjajah Indonesia, seperti padepokan, pesantren, dan sebagainya. Belanda memperkenalkan sistem persekolahan di Indonesia, timbul pula berbagai upaya untuk mendirikan sekolah RA Kartini (1879-1904) sebelum menikah telah berhasil mendirikan sekolah untuk anak perempuan di Jepara, dan setelah menikah didirikanlah pula di Rembang.

Demikian pula tokoh di bidang keagamaan  telah merintis persekolahan yang bercorak keagamaan sesuai agamanya masing-masing. Salah satu yang kini mempunyai sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, sebagai contoh adalah Muhammadiyah (didirikan 1912 oleh K.H. Achmad Dahlan). Sedangkan yang bercorak kebangsaan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa, ruang pendidik INS Kayu Taman, Kesatrian Institut (Bandung), Perguruan Rakyat (Jakarta), dan sebagainya. Seiring dengan itu, terjadi pula pengembangan terhadap lembaga-lembaga yang telah ada seperti madrasah, pondok pesantren, dan sebagainya.[9]

  1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa

Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli di Yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria dan Kursus Guru, kemudian  Muda, disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru. Sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi pula Taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana Wiyata. Dengan demikian Taman Siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

  1. Asas dan Tujuan Taman Siswa

Asas Taman Siswa:

  1. Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya  persatuan dalam peri kehidupan umum.
  2. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
  3. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
  4. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
  5. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
  6. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.[10]

Tujuan Taman Siswa:

  1. Sebagai bahan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
  2. Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
  3. Upaya-upaya Taman Siswa

Usaha yang dilakukan oleh Taman Siswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siswa membentuk pusat-pusat kegiatan kegiatan kemasyarakatan.

  1. Hasil-hasil yang dicapai

Taman siswa telah berhasil menemukan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai Sarjana Wiyata. Taman Sisw pun telah melahirkan alumni-alumni besar di indonesia.[11]

2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Ruang Pendidik INS (Indonesia nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafe’i pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera Barat). Dimulai dengan 75 murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk sekolah bergantian karena gurunya hanya satu, yakni Moh. S’jafe’i sendiri. Sekolah ini mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan Indonesia saat itu.

  1. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mempunyai asa-asas sebagai berikut:

1)      Berpikir logis dan rasional

2)      Keaktifan dan kegiatan

3)      Pendidikan masyarakat

4)      Memperhatikan pembawaan anak

5)      Menentang intelektualisme

Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuanyang ingin dicapai, dan sebagainya.

Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam:

1)      Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan

2)      Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

3)      Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat

4)      Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab

5)      Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan[12]

  1. Usaha-usaha Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain:

  • Memantapkan dan menyebarluaskan gagasan-gagasannya tentang pendidikan nasional
  • Pengembangan Ruang Pendidik INS (kelembagaan, sarana/ prasarana, dan lain-lain)
  • Upaya pemberantasan buta huruf
  • Menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan
  • Menyiapkan tenaga guru atau pendidik
  • Penerbitan majalah anak-anak Sendi
  • Mencetak buku-buku pelajaran
  1. Hasil-hasil yang dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan atau kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang pendidikan), dan sejumlah alumni.[13]

  1. Aliaran – Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghozali
    1. Sasaran Pendidikan Menurut Al- Ghozali

Pendidikan berfungsi menyebarkan aliran filsafat dan pengajarannya kepada manusia, dan filsafat berfungsi menentukan secara pasti sasaran dari program pendidikan, menunjukkan prasarana serta jalan yang dapat membantu dalam tercapainya sasaran yang dimaksud.

Alat pokok yang digunakan untuk mencapai setiap program pendidikan adalah aspek pengetahuan  yang harus dikuasai oleh setiap pelajar atau dengan kata lain, kurikulum pelajaran atau materi kurikulum untuk setiap sehingga materi pelajarannya dapat dikuasi secara penuh dan benar, serta dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, seorang pelajar akan dapat sampai pada tujuan pendidikan dan pengajaran yang diharapkan[14].

Mengingat penyuluhan agama dan pembinaan akhlak merupakan tujuan pendidikan terpenting, maka al- Ghozali merasa penting untuk menjelaskan metoda tepat bagi pendidikan agama, pembinaan mental dan pembersihan jiwa, dengan harapan semoga dengan adanya metoda yang baik tersebut akan tercipta pribadi – pribadi yang bermoral utama dan bertaqwa, sehingga pada akhirnya sifat– sifat moral utama tersebut akan merata dalam masyarakat.

Al- Ghozali menjadikan akal manusia sebagai objek kajian khusus, karena menurutnya akal manusia merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh ilmu. Untuk itu, beliau telah menulis tentang intuisi manusia, tentang perbedaan- perbedaan individu dari sisi kemampuan akal, tingkat kecerdasan, dan topik- topik lainnya yang berhubungan erat dan langsung dengan persoalan pendidikan dan pengajaran.

    1. Kurikulum Pelajaran Menurut Al- Ghozali

Untuk memilih metoda yang sejalan dengan sasaran suatu pendidikan, beliau membagi ilmu- ilmu itu kedalam beberapa himpunan agar dapat membantu tercapi sasaran – sasaran yang dimaksud, antara lain:

  1. Ilmu- ilmu yang terkutuk

Ilmu- ilmu yang terkutuk atau tercela baik sedikit maupun banyak, adalah ilmu yang tidak dapat diharapkan manfaatnya, baik didunia maupun diakhirat, seperti sihir, ilmu nujum dan ilmu ramalan nasib.

  1. Ilmu- ilmu yang terpuji tanpa syarat

Ilmu- ilmu yang terpuji tanpa syarat adalah apabila semakin banyak ia akan semakin baik, atau studi- studi keagamaan, peribadatan dengan macam- macamnya, ilmu- ilmu yang bermuara pada pembersihan diri dan pensuciannya dari cacat yang berwujud kerusakan serta dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baikdan melaksanakannya, mengajarkan manusia cara- cara mendekatkan diri kepada Allahatau melakukan sesuatu yang diridhoi- Nya, disamping itu dapat pula membekali seseorang untuk kehidupannya di alam akhirat, yaitu alam yang kekal.

  1. Ilmu- ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu

Ilmu- ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu adalah ilmu yang apabila dipelajari manusia secara mendalam berakibat pada semrawutnya antara pemikiran dan keraguan, dan bisa membawanya pada kefakiran atau apostate, seperti beberapa cabang filsafat, antara lain masalah ketuhanan atau beberapa aliran naturalist.[15]

Mengenai kurikulum, al- Ghozali telah menyusun kurikulum yang diatur berdasarkan arti penting yang dimiliki oleh masing- masing ilmu sebagai berikut:

  • Urutan pertama : Al Qur’an al- Karim, ilmu- ilmu agama seperti fiqih, sunnah dan tafsir.
  • Urutan kedua: ilmu-ilmu bahasa ( bahasa Arab), ilmu nahwu, serta artikulasi huruf dan lafaz.
  • Urutan ketiga: ilmu- ilmu kategori wajib kifayah, yaitu ilmu kedoktern ilmu hitung, dan berbagai keahlian termasuk politik.
  • Urutan keempat: ilmu- ilmu budaya, seperti syair, sastra, sejarah, serta sebagian cabang filsafat, seperti matematika

Dengan mempelajari kurikulum pelajaran ini, jelaslah bahwa kurikulum itu adalah sebuah kurikulum adalah kurikulum yang lengkap, sehingga ia patut diterapkan untuk tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi. Dalam kurikulum tersebut pula, al- Ghozali tampak jelas ada 2 kecenderungan:

  • Kecenderungan agama dan tasawuf

Kecenderungan ini membuat beliau menempatkan ilmu- ilmu agama diatas segalanya, dan memandangnya sebagai alat mensucikan diri dan membersihkannya dari karat- karat dunia.

  • Kecenderungan pragmatis

Kecenderungan ini tampak jelas didalam karya- karya tulisannya. Beberapa kali beliau mengulangi penilainya terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.[16]

    1. Metoda Pengajaran Menurut Al- Ghozali

Dalam pendidikan diperlukan hubungan erat antara dua pribadi, yaitu guru dan murid. Hubungan kasih sayang dan santun yang seharusnya mengikat antara murid dan guru akan menentukan keberhasilan pendidikan tersebut. Sehingga akan menjamin ketentraman antara murid dan gurunya, dan murid menjadi tidak takut kepada guru, serta tidak meninggalkan pelajaran yang diasuhnya.

Menurut al- Ghozali, guru yang kondisi fisiknya patut diserahi tugas mengajar pada umumnya adalah seorang guru yang sempurna akalnya, baik akhlaknya maupun fit. Seorang guru harus mempunyai sifat- sifat yang khusus, diantaranya:

Pertama, rasa kasih sayang. Karena dengan adanya sifat kasih sayang dan perilaku halus seorang guru terhadap murid, maka akan menimbulkan rasa percaya diri pada murid dan tentram terhadap gurunya.

Kedua, tidak boleh menuntut upah mengajar. Menuntut upah dalam mengajar itu bukanlah suatu yang dibenarkan atau diterima oleh setiap anggota masyarakat, apapun jenis atau corak masyarakatnya. Karena seorang guru harus meniru Rasulullah SAW, mengajar ilmu karena Allah, sehingga dengan begitu ia lebih mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan pahala yang besar. Iaharus berterima kasih kepada murid- muridnya atau memberi imbalan apabila mereka berhasil dalam menempuhbpembinaan mental atau mensucikan diri mereka atas petunjuk dari dia.

Ketiga, jujur dan benar dihadapan murid. Pendidikan bukan bertujuan untuk mendapat pengakuan atau mengejar status dan pangkat, tetapi hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Keempat, tidak menyebar luaskan kesalahan murid. Karena dapat membuat mereka berjiwa  keras dan menentang, sehingga mereka beralih menjadi menentang dan mempertahankan diri.

Kelima, kebaikan hati dan toleran. Sebagai teladan yang akan ditiru dan dicontoh oleh muridnya.

Keenam, memiliki prinsip penjagaan perbedaan – perbedaan antar individu, guru harus dapat membatasi diri dalam mengajar pada batas kemampuan pemahaman murid, sehingga sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya itu tidak perlu, karena dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal.

Ketujuh, seorang guru harus mampu memperhatikan dan mempelajari kejiwaan murid. Apabila  guru memberikan ilmu- ilmu yang jelas, tidak rumit, sekalipun menguasinya, jika keadaan jiwa murid tidak mendukung maka akan menurunkan semangatnya dalam menghadapi ilmu yang jelas dan membuatnya menjadi bingung.

Kedelapan, menjelaskan untuk selalu berpegang prinsip serta upaya merealisasikannya. Seorang guru tidak boleh melakukan hal yang  bagi murid—murinya ia melarang untuk melakukannya, sebab jika tidak demikian, maka seorang guru akan kehilangan kewibawaannya.

Adapun sifat- sifat yang harus dimiliki oleh seorang pelajar adalah:

  1. Berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang hina dan sifat- sifat tercela.
  2. Menjauhkan diri dari persoalan – persoalan duniawi, karena dapat mengganggu lancarnya penguasaan ilmu.
  3. Jangan ada yang merasa lebih besar dari pada gurunya.
  4. Tidak mempelajari aliran- aliran yang berbeda, agar tidak terjadi kekacauan dalam pikirannya.
  5. Tidak menomor duakan salah satu ilmu- ilmu yang terpuji tersebut, baik ilmu agama maupun dunia.
  6. Tidak mendalami satu displin ilmu secara sekaligus,  karena pada umumnya usia masing- masing orang itu tidak mampu menampung kegiatan pengusaan semua ilmu.
  7. Tidak mempelajari satu diplin ilmu sebelum menguasai disiplin ilmu sebelumnya.
  8. Mengenal nilai masing- masing ilmu yang akan dipelajarinya.
  9. Tidak menjadikan ilmu sebagai alat untuk mengejar kursi kepemimpinan, harta, dan pangkat.

10.  Mempelajari ilmu yang terlebih dahulu.[17]

VI. KESIMPULAN

Aliran empirisme adalah aliran yang menyatakan bahwa perkembangan seorang anak tergantung pada perkembangan lingkungan saja, sementara pembawaan sejak lahir dianggap tidak mempengaruhi atau tidak penting.

Aliran nativisme ini berkebalikan dengan aliran empirisme, dimana aliran nativisme ini lebih menekankan kemampuan atau potensi yang ada pada anak, sehingga faktor lingkungan seperti pendidikan dianggap kurang berpengaruh tehadap perkembangan anak.

Pandangan yang mempunyai persamaan dengan nativisme adalah aliran naturalisme.

Aliran Konvergensi berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak baik faktor pembawaan maupun lingkungan sama- samamempunyai peranan yang sangat penting.

Aliran pokok pendidikan di Indonesia ada 2 yaitu perguruan kebangsaan taman siswa dan ruang pendidik INS kayu taman.

Menurut Al- Ghozali aliran- aliran dalam pendidikan meliputi: sasaran pendidikan, kurikulum pelajaran dan metoda pengajaran.

V. PENUTUP

Demikian pembahasan makalah kami tentang aliran- aliran dalam pendidikan. Apabila ada kesalahan dan kami mohon maaf. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, amin.

DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Fathiyah Hasan. Aliran- Aliran dalam Pendidikan. Semarang: Dina

Utama, 1993.

Tirtahardja, Umar. Pengantar pendidkan . Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. Unbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1998.

http://www.fatamorgana.wordpress.com


[1] Prof. Dr. Umar Tirtahardja dan Drs. S. L. la Sulo, Pengantar pendidikan, edisi revisi ( Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005), hal.194.

[2] Ibid hal. 196

[3] Ibid hal. 197

[4] Ibid hal.198

[5] Ibid

[6] Ibid hal.199

[7] Dra. Hj. Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam ( Bandung:CV Pustaka Setia, 1998), hal. 101

[8] Ibid hal. 101.

[9] Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),hlm.208.

[10] Ibid.hlm.209-211

[11] Ibid.hlm.215-216

[12] Ibid.hlm.217-220

[14] Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran- Aliran dalam Pendidikan,( Semarang: Dina Utama, 1993) hal.15

[15] Ibid hal. 20

[16] Ibid hal.28

[17] Ibid hal.32

3 respons untuk ‘ALIRAN – ALIRAN DALAM PENDIDIKAN

Tinggalkan komentar